Tentang Pemujian, Pengakuan, Pembelaan, Kesepakatan, dan Kerendahan Hati.

Ini cerita tentang kita yang berusaha merendahkan hati. Tentang sebuah pemujian. Tentang sebuah pengkauan. Tentang sebuah pembelaan. Juga tentang sebuah kesepakatan. 

Sebuah pujian darimu tentang bergelimangnya lebihku, yang aku bermuasal dari singgasana yang saling berbagi bahagia. Juga sebuah pengakuan tentang terbatasnya dirimu, yang bermuasal dari rapuhnya sebuah dinding yang terlalu sering terbias air mata.
Namun, bagiku kamu teramat pantas untuk disanjung. Sebab kamu memiliki kekayaan dalam bersikap dan bertutur kata. Bukankah tak pernah hatiku tersayat oleh lidahmu yang tak kenal sembilu itu?

Lalu, aku mencoba menyamaratakan kita. Sebuah usaha untuk menghibur dirimu yang merasa telah kutinggalkan jauh. Dengar! Tidak hanya harimu yang pernah diramaikan sedih, boleh jadi aku selama ini hanya terlihat baik-baik saja, tanpa pernah kamu tahu bahwa ada luka di balik bekas balutan yang tertutup rapat oleh senyumku.

Akhirnya.
Kita memilih untuk mensyukuri kelebihan yang kita punya.
Kita juga memutuskan untuk bersabar atas kekurangan engkau dan aku miliki.
Kemudian menghimpunnya dalam sebuah simpul penerimaan yang sederhana. 
Lalu bersepakat untuk mengabadikan penerimaan itu melalui ribuan doa yang terus kita udarakan. 
Lalu bersepakat untuk sama menapaki alur yang terlanjur kita jalani. 
Lalu bersepakat untuk memperjuangkannya dengan cara terbaik yang masing-masing bisa kita lakukan.


Tulisan ini merupakan sebuah interpretasi dari lirik lagu berjudul 'Amin Paling Serius'.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik Sastra Pragmatik_Novel Sebelas Patriot

Kauniyah Oil; si Botol Hijau dengan Khasiat Memukau

Berlembar Narasi Tentang Mengabdi