Saya Wanita, Saya Istimewa

Tulisan ini saya buat bukan untuk menggurui siapapun, hanya saja sedang mencoba untuk menyampaikan pendapat sendiri dan menyalurkan pendapat beberapa orang dengan harapan agar dapat sedikit membuka pikiran kita semua.

Saya menulis ini bukan memosisikan diri sebagai pengurus BEM Unri, bukan sebagai seseorang yang sudah terlanjur mencintai sebuah dunia yang bernama organisasi, melainkan sebagai seorang wanita yang merasa diri saya sangat berharga sehingga harus menjaga diri dan butuh penjagaan dari orang lain.

Segala permasalahan duniawi tidak dapat lepas dari agama dan ketentuannya, tidak terkecuali pula permasalahan tentang wanita. Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa  wanita merupakan makhluk Tuhan yang diberi keistimewaan lebih banyak daripada laki-laki, tidak peduli berasal dari daerah, suku, agama, dan golongan apa wanita tersebut. Wujud pengistimewaan tersebut bisa dilihat dari beberapa ketentuan-ketentuan yang secara khusus ditujukan bagi wanita, misalnya dalam hal berpakaian, bergaul, dan bertingkah laku.

Namun, tidak jarang keistimewan tersebut disalahartikan oleh orang-orang yang mungkin belum memiliki pemahaman cukup terhadap hal ini, sehingga keistimewan yang sebenarnya bermaksud mengangkat derajat wanita justru dimaknai sebagai sebuah kekangan yang memenjarai kebebasan hidup wanita tersebut.

Demikian pula dalam sebuah organisasi yang tidak hanya diisi oleh kaum laki-laki saja. Sebuah organisasi dihidupkan umumnya untuk mencapai sebuah tujuan yang mengarah pada kebaikan, dan untuk mencapai tujuan tersebut sudah semestinya keistimewaan yang dimiliki wanita tidak dikesampingkan. Semisal beberapa organisasi yang mungkin mengharuskan anggota wanita mengenakan pakaian rapi, waktu kerja wanita di sekretariatnya dibatasi dari pukul 08.00 s.d. pukul 18.00 WIB, wanita tidak diperkenankan melakukan pekerjaan berat seperti memanjat untuk mendekorasi ruangan ketika akan menggelar perhelatan tertentu. Jika pemahaman kita memadai, pengalaman kita banyak, dan prasangka baik kita sudah lulus uji, maka berbagai bentuk ketentuan yang telah saya sebutkan di atas seharusnya tidak lagi menjadi pertanyaan dan hujatan yang dapat memojokkan pihak tertentu. Jika (semua) agama saja mengatur demikian, bagaimana mungkin sebuah organisasi berpaling dari aturan agama tersebut? Apa jadinya jika organisasi berlepas diri dari aturan agama dan kemudian membuat ketentuan lain dengan segala kearoganannya?

Pernah saya membaca sebuah tulisan yang berisikan tentang kesitimewaan wanita, di mana wanita dianalogikan sebagai setangkai mawar berduri. Barangkali kita pernah menjadi satu dari beberapa orang yang beranggapan bahwa duri yang ada pada mawar tersebut justru mengganggu keindahannya? Demikian pula aturan dalam agama yang diperuntukan bagi wanita, kita menganggap itu sebagai kekangan, membuat wanita susah bergaul dan susah beraktifitas. Padahal, duri pada mawar yang membuat mawar tersebut lebih tentram hidupnya. Kenapa? Duri tersebut berguna menjadi pelindung, tidak sembarang orang berani memetiknya dikarenakan berisiko terluka. Sama halnya aturan yang dibuat agama untuk wanita; aturan tersebut lah yang membuat wanita lebih mahal dan berharga. Kenapa? Jika wanita tersebut terjaga dan mampu menjaga dirinya, maka ia akan terhindar dari mara bahaya yang bisa datang kapan saja. Sebaliknya, jika seorang wanita tidak terjaga dan tidak mampu menjaga dirinya, maka jangan bertanya lagi kenapa hidupnya tidak tentram dan akan diganggu dalam banyak hal.

Demikian pendapat yang saya tulis dengan niat untuk membantu meluruskan pemahaman kita yang mungkin sebelumnya sempat keliru, semoga apa yang saya tulis ini bermanfaat, dan apabila terdapat kesalahan saya memohon maaf. Tidak untuk menggurui siapapun, hanya saja yang saya ketahui, bahwa kita perlu menyampaikan hal baik sekalipun kita belum sepenuhnya menjadi orang baik.

Terima kasih :)
#sayawanitasayaberharga

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik Sastra Pragmatik_Novel Sebelas Patriot

Kauniyah Oil; si Botol Hijau dengan Khasiat Memukau

Berlembar Narasi Tentang Mengabdi