Kujemput S.Pd. dengan Biidznillah
Bismillah.
Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarokatuh.
Tulisan kali ini berisikan cerita tentang bagaimana saya berproses sejak awal mengajukan judul hingga ujian sarjana dapat saya lewati dengan penuh haru pada 02 Mei 2019 silam
Sejak saya masih menjadi mahasiswa semester bawah dan belum mengenal baik sesuatu yang orang-orang namai dengan tugas akhir, saya sempat mengikuti anggapan orang kebanyakan; bahwa skripsi merupakan suatu hal yang jorok. Adapun pembahasan perihal ‘dirinya’ merupakan suatu pembicaraan yang tidak begitu perlu ditanggapi serius, lebih sering dianggap pembahasan yang belum masanya untuk dipikirkan.
Namun, suatu ketika, kebiasaan mengikuti anggapan semacam itu perlahan saya tinggalkan. Sejak saya rasa usia saya yang mulai memasuki kepala dua itu cukup tua untuk terus bergantung hidup dengan orang tua, sejak Ummi mulai sering meminta pulang tetapi saya tak selalu mampu untuk menurutinya karena terikat dengan waktu kuliah, sejak beberapa orang senior berhasil menamatkan studinya dalam jangka waktu 3,5 tahun dan dengan mudahnya memperoleh pekerjaan, dan sejak saya sudah merasa ‘cukup semester’ untuk memikirkan judul proposal. Sejak semua itu saya rasakan pasti, saya mulai berusaha menganggap bahwa skripsi merupakan langkah terakhir untuk mencari jawaban mengapa saya ada ‘di sini’, bahwa skripsi merupakan benda sakral yang setiap mudah dan sulitnya akan dan harus saya nikmati, dan bahwa skripsi merupakan pertanyaan serius yang juga harus saya jawab dengan serius disertai doa perihal kesudahannya.
Baik, mungkin tulisan saya kali ini akan sedikit sulit untuk dimengerti karena menggunakan alur bolak-balik. Sebab saya sendiri bingung ingin memulainya dari mana. Segala hal ingin saya curahkan, walau pada akhirnya saya yang membacanya sendiri.
Pada semester 2, saya mulai diajak masuk lebih dalam ke dunia lingustik melalui mata kuliah linguistik umum dan aliran linguistik. Dari sekian banyak mata kuliah yang saya pelajari, kedua mata kuliah inilah yang paling saya senangi. Bukankah sesuatu yag kita senangi akan mudah untuk kita pahami? Sejak saat itu saya mulai tertarik mendalami pengetahuan perihal penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan sejak saat itu pula saya senang mencari kesalahan penulisan yang terdapat pada media tertentu, baik pada media dalam ruang maupun media luar ruang. Sejak saya jatuh cinta pada kajian ini, saya pun telah meniatkan agar nantinya skripsi yang saya garap tidak jauh-jauh dari permasalahan kesalahan berbahasa Indonesia.
Pada pekan pertama April 2018, kali pertama saya memberanikan diri untuk menemui Pembimbing Akademis (PA), ialah Dr. Dudung Burhanuddin, M.Pd., dengan maksud agar beliau memberikan masukan sekaligus menyetujui satu dari beberapa judul yang saya bawa. Tentu saja, satu dari 5 judul yang saya tawarkan merupakan kajian yang sudah saya tekuni sejak semester 2, yakni judul yang berbau analisis kesalahan berbahasa. Namun, pertemuan pertama ini belum begitu menghasilkan sesuatu yang membahagiakan, maksudnya, saya belum mendapat persetujuan beliau terkait judul mana yang boleh saya lanjutkan.
Selanjutnya, pekan kedua April 2018 menjadi kali kedua saya menemui PA dengan berbekal sebuah judul yang saya rasa akan berakhir baik dan dapat saya pertanggungjawabkan. Alhamdulillah, kertas pengajuan yang bertuliskan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa pada Teks Undang-Undang Kelembagaan Mahasiswa Universitas Riau Tahun 2019” dibubuhi sebuah tanda tangan berharga dari PA saya. Terima kasih, Bapak. Setelah mendapat persetujuan, beberapa hari kemudian saya pun langsung meminta kesedian Dr. Mangatur Sinaga, M.Hum. untuk menjadi pembimbing I saya. Sementara PA saya sendiri saya minta untuk menjadi pembimbing II, mengingat Anakes bukanlah bidang yang beliau tekuni. Alhamdulillah, beberapa kali bimbingan telah dilewati, beragam kesulitan dan kemudahan sudah saya lalui, berbagai jenis coretan saat revisi juga sudah saya nikmati. Alhamdulillah segala saya dapat lalui dengan baik, walau kekurangan di mana-mana, walau kesalahan sering saya lakukan, walau keluhan sesekali terlontar dari mulut manusia dhaif ini.
Semula saya menargetkan untuk melakukan seminar proposal sebelum keberangkatan saya ke Rupat Utara dalam rangka menjalankan satu dari 3 butir Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Kukerta. Namun, melalui berbagai kesibukan yang sulit dikondisikan, antusias yang tak begitu tinggi, dan adanya prioritas lain yang harus lebih dulu saya tuntaskan, qodarullah rencana tersebut baru dapat saya realisasikan di tengah kesibukkan kegiatan PLP (Praktik Lapangan Pengajaran), tepatnya 17 Oktober 2018. Alhamdulillah, presentasi yang saya lakukan di depan tiga orang Bapak dan Ibu dosen yang saya kagumi keintelektualannya berjalan lancar, walaupun saya tak bisa membendung perasaan gugup yang teramat pada saat itu. Sedikit saya ceritakan bagian yang tak terduga dan paling menarik saya alami saat Sempro hendak dilangsungkan. Kala itu salah seorang dosen yang berpenampilan ‘sunnah’ meminta saya untuk membacakan Surah Ar-Rahman. Beberapa detik kemudian saya hanya mematung. Bukan karena takut tidak hafal, melainkan saya kebingungan kenapa harus ada arahan semacam itu dalam suatu seminar. Setelah diminta kembali oleh Bapak yang terkenal dengan ketegasannya itu, akhirnya saya memberanikan diri untuk membaca surah Ar-Rahman sejauh yang saya bisa. Setelah beberapa ayat saya lantunkan dengan irama sederhana, akhirnya si Bapak meminta saya untuk menghentikan bacaan dan dilanjutkan dengan menjelaskan apa tujuan dari permintaan beliau tersebut yang sampai saat ini masih belum begitu saya pahami. Singkat cerita, alhamdulillah, satu tahap sudah berhasil saya lalui, tentunya ada banyak PR yang harus saya selesaikan dan saran serta nasihat yang wajib saya perhitungkan.
Tahap kedua adalah Ujian Komprehensif. Alhamdulillah saya telah berhasil melewati tahap ini satu bulan setelah Sempro berlalu, tepatnya pada 14 November 2019. Dengan nilai yang sedikit lebih tinggi di atas standar kelulusan, saya pun dibuat lega dan bersyukur berkali-kali karena berhasil masuk ke dalam daftar nama peserta yang tak perlu mengikuti ujian ulang. Saya tak begitu mempedulikan berapa nilai yang saya dapat dan peringkat berapa saya ditempatkan, yang saya tahu adalah saya selangkah lebih dekat dengan ujian-ujian yang tentunya tak kalah berat lagi menegangkan. Dan mau atau tidak, cepat atau lambat, semua proses menakjubkan itu wajib saya lewati satu persatu.
Alhamdulillah Sempro dan Kompre telah saya lewati, tetapi setelahnya tiga bulan berlalu tanpa perkembangan sedikitpun, hal ini dikarenakan kelelahan ber-PLP yang terus saja tak mampu saya taklukkan. Lembar berita acara belum saya baca, revisi belum saya lakukan, dan pembimbing tak kunjung saya temui. Sementara itu, teman-teman yang melakukan seminar di waktu yang bersamaan dengan saya masing-masing sudah sibuk dengan mengolah hasil penelitian mereka, satu per satu berangsur melalui tahap Seminar Hasil dan mengawali tahun 2019 dengan melakukan Ujian Sarjana.
Di awal 2019 PLP resmi berakhir, segala laporan dan kebutuhan administrasi alhamdulillah sudah berhasil saya selesaikan, dengan begitu artinya PLP tak bisa lagi saya jadikan alasan mengapa skripsi tak kunjung saya sentuh. Kali ini, amanah sebagai Sekretaris Kementerian di BEM Universitas Riau saya jadikan dalih jika ada orang yang bertanya mengapa belum juga menyelesaikan skripsi. Sebenarnya saya tidaklah bermaksud mengambinghitamkan amanah atau kesibukan apapun, tetapi memang begitulah kondisinnya. Sebagai seseorang yang tak begitu mahir membagi waktu, berbagai kesibukan di organisasi maupun akademik acapkali membuat saya kewalahan. Selain itu, menurut Ummi, sedari kecil saya juga memiliki daya tahan tubuh yang tidak begitu kuat, dalam artian saya mudah merasa kelelahan dan akhirnya mudah jatuh sakit. Dengan demikian, tentu saja berbagai pekerjaan sepenting apapun terpaksa saya kesampingkan dahulu.
Januari dan Februari berlalu begitu saja tanpa ada perkembangan yang berarti terhadap skripsi saya, lebih-lebih pada bulan-bulan itu Kementerian Lingkungan Hidup sedang disibukkan dengan persiapan salah satu Proker terbesarnya. Mengingat saya merupakan Sekretaris dari kementerian yang memiliki tanggung jawab lebih terhadap lingkungan tersebut, maka sudah semestinya saya memfokuskan diri untuk mendedikasikan diri selama persiapan berlangsung hingga agenda selesai dilaksanakan. Di tengah-tengah persiapan agenda tersebut, saya sudah ber-azzam dalam hati untuk kembali memfokuskan diri terhadap skripsi yang telah lama menanti untuk saya tuntaskan. Saya menjanjikan kepada kedua orang tua saya bahwa insyaa Allah saya akan melakukan Ujian Sarjana selambat-lambatnya pada akhir Maret 2019.
Kegiatan Restorasi telah usai, tetapi tidak dengan proker-proker lain yang ditanggungjawabi oleh BEM Unri yang merupakan rumah di mana saya beramanah. Namun, proker yang tak berkesudahan itu tidak lagi menjadi prioritas saya. Dalam hal ini saya tidak bermaksud untuk berlepas diri sepenuhnya dari amanah, tidak sama sekali. Yang saya maksud adalah saya tetap berkerja sebagaimana mestinya, tetapi porsi waktu saya lebih banyak saya tujukan kepada Skripsi saya tercinta. Hal itu sudah saya sampaikan kepada beberapa orang pimpinan yang berwenang untuk tahu, dan alhamdulillah mereka menerima semua itu dengan penuh kemakluman.
Kali ini saya benar-benar menekuni skripsi saya. Ke mana pun saya pergi, sebisa mungkin saya selalu membawa laptop dan berkas-berkas yang saya butuhkan. Walaupun rasa malas sering kali datang, saya selalu mencoba untuk melawan perasaan itu. Saya berusaha agar waktu yang terbuang sia-sia sangat sedikit, kalau perlu tidak ada sama sekali. Dan alhamdulillah, sedikit banyak hal tersebut terealisasi dengan baik. Selama dua bulan saya menjadi manusia yang sangat produktif, detik demi detik saya habiskan lebih banyak untuk hal yang bermanfaat dan tentunya tak lepas dari kemaslahatan skripsi saya. Hingga akhirnya pada 10 April 2019 saya berhasil mengikuti Seminar Hasil. Alhamdulillah, saya sangat haru jika mengigat proses yang begitu penuh suka dan duka tersebut. Berkali-kali saya minta kemudahan, Allah selalu beri. Berkali-kali saya merasa kesulitan, tapi Allah karuniakan semangat. Banyak hal di luar dugaan saya terjadi, banyak hal baik yang tak saya minta justru Allah hadirkan, dan banyak air mata sebagai penanda kebaikan Allah yang jumlahnya tak lagi terhitung.
Seminar hasil telah berlalu. Tak seperti yang sudah-sudah, kali ini saya langsung menyibukkan diri agar dapat segera menjemput S.Pd. melalui Sidang Sarjana. Siang hari saya isi dengan mengurus kepentinga adminstrasi, malamnya saya manfaatkan untuk merivisi skripsi. Alhamdulillah, lagi-lagi saya harus bersyukur karena proses yang saya lewati tidak membuat saya putus asa. Jika terdapat kesulitan, Allah justru selalu memberikan saya kekuatan lebih yang jarang saya rasakan sebelumnya.
Alhamdulillah, tepat pada Hari Pendidikan Nasional, 02 Mei 2019, saya dapat mengikuti Sidang Sarjana bersama 7 teman lainnya yang berasal dari “kelas sebelah”. Gugup? Takut? Panik? Jangan ditanya lagi, semua perasaan tersebut telah melebur dan menguasai diri saya jauh sebelum sidang dilaksanakan, ketika sidang berlangsung, dan beberapa saat jelang nilai kelulusan diumumkan.
Namun, lagi-lagi tak ada kata yang pantas saya haturkan ke hadirat Allah Yang Maha Baik selain alhamdulillah. Karena, jika bukan Allah yang menggerakkan hati saya untuk tak menunda pekerjaan, memudahkan saya untuk berpikir, memampukan tangan dan kaki saya untuk bekerja sama dengan baik, dan memfungsikan seluruh organ tubuh saya sebagaimana mestinya hingga semua tahap ini dapat saya lewati dengan penuh hikmat. Tentunya, jika bukan karena Allah, maka hati dosen pembimbing dan penguji tak akan selembut itu, hati bapak dan ibu yang bekerja di bagian administrasi tak akan dengan mudahnya luluh untuk turut memudahkan urusan saya. Alhamdulillah.
Selain itu, semua juga terjadi tidak terlepas dari doa-doa Ummi dan Ayah yang tak berhenti melangit, demikian pula keluarga dan orang-orang terdekat yang menganggap saya menjadi bagian penting di hidup mereka. Dari saya hanya ucapan terima kasih yang dapat terhatur, selebihnya, biarlah Allah yang mencukupkan mereka dengan balasan kebaikan yang beragam.
Adapun pesan yang ingin saya sampaikan pada tulisan kali ini mungkin tidak banyak.
Saya tahu, masing-masing kita diberikan tingkat kemampuan berpikir yang berbeda, kesulitan dan kemudahan kajian yang beragam, dan kita menghadapi dosen-dosen pembimbing yang isi hatinya tak mudah untuk dibaca dan diluluhkan. Saya juga sepakat, cepat-lambatnya seseorang dalam menamatkan kuliah tidak dilihat dari seberapa pintar dia, apa program studi yang ia tekuni, dan mudah atau tidak masalah yang ia teliti. Yang saya tahu adalah, kita hanya perlu terus berniat lalu berbuat, menjadi manusia yang senantiasa produktif dan takut terhadap kelalaian, dan sebisa mungkin untuk tak menunda pekerjaan hanya karena sulit mengalahkan rasa malas. Setiap orang memiliki takdir masing-masing dan cara tersendiri untuk menjemput takdirnya. Dan yang wajib diingat adalah selalulah libatkan Allah selama proses penjemputan itu dan mengembalikan kepada-Nya apapun hasil yang kita terima atas setiap ikhtiar yang dijalani. Ada begitu banyak penggalan-penggalan ayat di Al-qur’an yang pantas kita jadikan kata motivasi selama melangsungkan ikhtiar, tak sedikit orang yang memperoleh kesulitan lebih dari apa yang kita rasakan, dan sangat beragam cerita yang berujung bahagia yang patut kita jadikan penguat ketika diri merasa semua seperti tak mungkin dapat diselesaikan.
Allah, Allah, Allah. Dzat yang wujudnya tak terlihat tetapi pasti ada di dekat kita bahkan saat kita merasa tak membutuhkan-Nya. Dzat yang suaranya tak terdengar tetapi tak pernah menutup telinga-Nya untuk senantiasa mendengarkan pinta dan keluh kita yang tiada habis. Dan zat yang tak terjamah tetapi dapat melembutkan hati, menggerakkan tangan, dan memampukan kita berpikir dan menyelesaikan segala urusan ini. Kita tak pernah dituntut untuk sempurna, kita hanya diminta untuk tak berhenti dalam bersungguh-sungguh.
Gelar Sarjana Pendidikan yang berhasil saya jemput dalam kurun waktu 3 tahun 9 bulan ini saya dedikasikan secara khusus untuk Ummi dan Ayah, secara umum untuk keluarga dan semua orang yang menganggap saya bagian penting dari hidupnya.
Akhirnya saya tutup cerita ini dengan rasa semakin percaya; bahwa takdir saya tidak akan pernah melewatkan saya dan yang melewatkan saya sudah pasti bukanlah menjadi takdir saya.
Komentar
Posting Komentar