Untukmu, yang Sedang Menanti

Tersebab segala kekosongan ini, kadang saya merasa semuanya terlalu cepat selesai. Ya, perasaan tersebut lahir dari ranah ketidakyakinan terhadap takdir. Lebih-lebih ketika saya melihat beberapa teman yang masih berbahagia dengan kesibukan akademisnya, yang masih asik memenuhi obsesi-obsesi dunia yang belum tercapai, dan yang masih bebas berkarya dengan menyandang status mahasiswa.

Beberapa kali pernah saya dijajah perasaan kurang bersyukur, fatalnya ketidaksyukuran itu berada di atas semua yang telah saya targetkan dan realisasikan sendiri. Di saat-saat seperti ini pula saya pernah ingin berbalik ke belakang, untuk memperpanjang masa sebagai mahasiswa, untuk mengulur-ulur waktu mengerjakan skripsi, untuk bermalas-malasan memenuhi syarat administrasi setiap kali ingin melakukan ujian, dan untuk masih menyibukkan diri dengan hal-hal yang melelahkan tetapi begitu saya sukai.

Namun, Ummi selalu berusaha menghibur saya dengan cara mengajak untuk berhusnudzan atas setiap apa yang telah saya lewati dan apa yang telah melewatkan saya. Bukankah tidak ada yang terlalu cepat dan tidak ada pula yang terlalu lambat?
Beliau berkata, di luar sana ada ribuan jiwa yang mendambakan takdir seperti yang saya jalani; memperoleh gelar sarjana dalam waktu belum genap 4 tahun. Di luar sana banyak yang berharap untuk lekas menyelesaikan amanah yang satu ini dan segera memantaskan diri untuk menjemput tanggung jawab selanjutnya; entah itu bekerja, menikah, atau melanjutkan studi kembali.

Dan tentang tiga kesempatan bekerja yang belum menjadi jalan bagi saya, sampai saat ini sesekali masih menggentayangi pikiran.

Namun, saya teruus mencoba untuk menghibur diri ini dengan berkata: "Bekerja bukan hanya soal berada dalam instansi tertentu dengan segala peraturannya, bukan hanya tentang gaji yang diterima setiap satu bulan sekali, bukan hanya perihal lelah yang didapat atas kesibukan yang terstruktur. Namun, lebih dari itu. Berbakti kepada kedua orang tua juga merupakan pekerjaan yang tentunya tak kalah mulia. Instansi tempat mengabdimu adalah rumah sendiri yang mengikatmu dengan syariat agama. Gaji yang kamu dapat bukan hanya sekadar uang melainkan juga pahala. Dan di atas semua itu,  kesibukkan yang meski sekarang itu-itu melulu pasti membahagiakan hati mereka yang sejak 4 tahun terakhir menanti kehadiranmu di rumah. Jika memang ikhlas menyertai setiap detik yang kamu lakukan, bukankah semuanya kelak akan Allah hadiah pahala?".

Bersiap-siagalah menanti kejutan terindah dari Allah. Jaga selalu husnudzan bahwa Allah sedang mempersiapkan pekerjaan terbaik yang siap diemban oleh manusia produktif dan positif sepertimu.

-Novia Fahronnisya-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik Sastra Pragmatik_Novel Sebelas Patriot

Kauniyah Oil; si Botol Hijau dengan Khasiat Memukau

Berlembar Narasi Tentang Mengabdi